To members of Kenapa Takut Bid'ah?
Luqman Firmansyah September 4 at 11:38pm
Kaum muslimin Indonesia sebagai mayoritas penganut Sunni Syafi`i, sangat perlu melestarikan ajaran ulama salaf Ahlus sunnah, khususnya yang berasal dari ajaran para ulama bermadzhab Syafi`i.
Perlu diingat, bumi Indonesia adalah bumi Sunni Syafi`i, bumi yang diislamkan oleh para walisongo, yaitu tokoh sembilan ulama yang mengajarkan fiqih Islam menurut madzhab Syafi`i, untuk dilaksanakan sehari-hari oleh bangsa Indonesia.
Saat umat Islam dipimpin oleh para walisongo, tidak pernah terjadi pertentangan, percekcokan, perpecahan dan perselisihan paham sedikitpun. Mereka sangat utuh, menyatu padu dalam membangun kultur Islam bagi bangsa Indonesia. Saat itu umat Islam benar-benar dapat merajut sebuah persatuan yang saling menghormati sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, wa`tashimu bi hablillahi jamii`an walaa tafarraqu.
Sebagai contoh, pada setiap datang bulan Ramadhan, para walisongo mengajarkan shalat tarawih dua puluh rakaat secara berjamaah di masjid dan mushalla, yaitu dimulai sejak memasuki awwal bulan Ramadhan hingga akhir bulan puasa tersebut. Dengan ajaran para walisongo ini maka seluruh umat Islam di Indonesia saat itu pun mengamalkannya secara serentak dan seragam.
Dalam melaksanakan ibadah shalat tarawih di bulan Ramadhan, para walisongo mengikuti bid`ah hasanah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatthab dan dilanjutkan hingga di jaman Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA sebagai Khalifah ke empat. Yaitu shalat tarawih dua puluh rakaat, yang dilakukan secara berjamaah selama sebulan suntuk. Amalan semacam ini juga ternyata terus dilestarikan oleh para ulama berikutnya secara estafet, bahkan hingga kini, bid`ah hasanah rintisan Sayyidina Umar ini tetap dijaga di Madinah dan diamalkan di Masjid Nabawi dan di Masjidil haram Makkah.
Siapapun orangnya, dari manapun madzhabnya, termasuk pengikut Wahhabi sekalipun, seperti Syeikh Bin Baz dan teman-temannya, jika menjadi imam shalat tarawih di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, maka harus melestarikan bid`ah hasanah yang diprakarsai oleh Sayyidina Umar bin Khatthab ini, sekalipun Nabi SAW sendiri tidak pernah melakukan tarawih berjamaah sebulan suntuk di bulan Ramadhan. Bahkan Khalifah Abu Bakar juga tidak pernah shalat tarawih berjamaah menjadi satu di Masjid Nabawi selama sebulan suntuk.
Sesuai dengan riwayat-riwayat hadits shahih, Nabi SAW melaksanakan shalat tarawi berjamaah di Masjid hanya beberapa hari saja. Tidak ada satupun riwayat yang menerangkan Nabi SAW pernah berjamaah tarawih sebulan suntuk. Karena itu Sayyidina Umar bin Khatthab melegitimasi shalat berjamaah tarawih dua puluh rakaat sebulan suntuk yang beliau rintis dengan pengakuan jujurnya : Ni`matil bid`atu hadzihi (inilah bid`ah yang terbaik/hasanah).
Apakah Sayyidina Umar harus dihukumi dhalalah/sesat karena dianggap melawan ajaran Nabi SAW ? Tidak ada seorang Islam pun penganut Ahlus sunnah wal jamaah yang berpendapat semacam itu. Nabi SAW sudah berwasiat : Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap sunnahku dan sunnah Alkhulafaurrasyidun setelahku.
Para Ulama bersepakat bahwa Sayyidina Umar bin Khattab sebagai khalifah ke dua, adalah figur yang sangat `alim dalam memahami makna yang tersirat dalam hadits Nabi SAW : Kullu bid`atin dhalalah, yaitu haruslah diartikan: SEBAGIAN BID`AH ITU ADALAH SESAT. Dengan pengertian ini, maka tidak ada seorangpun dari kalangan ulama Ahlus sunnah wal jamaah yang berpendapat bahwa seluruh bid`ah itu sesat, kecuali kelompok minoritas kalangan Wahhabi/Salafi saja.
Kenyataannya, shalat tarawih secara berjamaah yang dilakukan di Masjid Nabawi dan masjid-masjid lainnya selama sebulan suntuk dari awwal sampai akhir bulan Ramadhan, menurut Sayyidina Umar sendiri termasuk bid`ah, tetapi yang nikmat/hasanah. Di samping itu, dikatakan bid`ah hasanah karena tidak ada larangan secara jelas baik di dalam Alquran maupun hadits Nabi SAW.
Masih banyak lagi macam-macam bid`ah hasanah yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW, namun tetap dilestarikan di Makkah dan Madinah serta di masjid-masjid lainnya, termasuk oleh tokoh-tokoh Wahhabi/Salafi sendiri. Antara lain, mengkhatamkan Alquran dalam shalat tarawih, dan membagi menjadi sekian juz pada tiap harinya, hingga pada akhir Ramadhan dapat mengadakan khataman Alquran.
Termasuk juga membaca doa khatmil Quran dalam shalat di akhir Ramadhan. Bahkan sebagian imam Masjid Nabawi dan Masjidil Haram juga ada yang menangis-nangis tatkala membaca doa di saat shalat witir pada Akhir Ramadhan. Sekalipun perilaku ini termasuk bid`ah karena tidak pernah diamalkan oleh Nabi SAW dan Alkhulafaurrasyidun, namun dapatlah dikategorikan sebagi bid`ah hasanah.
Di Indonasia juga banyak amalan bid`ah hasanah, yang perlu dilestarikan oleh umat Islam yang mayoritas menjadi penganut Sunni Syafi`i, sekaligus penerus ajaran para walisongo. Amalan-amalan itu antara lain, membaca doa pujian seperti yang dilakukan para jamaah dalam menyela-nyelai shalat tarawih dengan menyebut nama Nabi SAW dan Alkhulafaurrasyidun setiap usai shalat dua rakaat.
Demikian juga dengan doa tarawih, doa witir, serta bersama-sama membaca niat puasa dengan suara jelas dan sedikit keras. Semua itu haruslah diyakini sebagai bid`ah hasanah, tanpa harus takut dituduh sesat (bid`ah dhalalah) oleh kelompok manapun, termasuk oleh tokoh-tokoh Wahhabi/Salafi. Karena mereka juga hakikatnya sama-sama melakukan bid`ah hasanah, minimal saat melaksanakan shalat tarawih berjamaah sebulan suntuk di masjid/mushalla.
Wallahua'lam
0 komentar:
Posting Komentar