BAHRUS SHOFA

  • Tahlil Jaami` Sidi Ahmad - Di antara wirid asas yang terpenting dalam Thariqah Ahmadiyyah Idrisiyyah adalah lafaz tahlil yang dirangkaikan dengan pengharapan agar ganjaran pahalany...
    16 jam yang lalu

ABU SALAFY

ABU SYAFIQ

SALAFY TOBAT

PERKHILAFAN ANTARA SAMPAI DAN TIDAKNYA PAHALA BACAAN ALQURAN KEPADA MAYIT.

To members of Kenapa Takut Bid'ah?

Kamal Bilhaq September 1 at 5:13am Reply

Ini ana copas dari forum diskusi group Kenapa Takut Bid'ah?
Yang mau protes masuk ke Topik Diskusi dan tulis protesnya di situ.


Telah menceritakan kepadaku Muhammad ibn Abdillah ibn Numair berkata : telah menceritakan kepadaku Hisyam dari Bapaknya dari Aisyah Rha : bahwasanya seorang lelaki mendatangi Nabi S.A.W dan berkata : Ya Rasulullah, Ibuku telah mati dan tidak berwasiyat, dan aku menyangka seandainya dia berbicara, maka dia akan bersedekah. Apakah akan sampai pahalanya bila aku bersedekah atasnya? Nabi menjawab "Na'am" (ya).
Berkata Annawawi : Di dalam hadits ini bahwasanya bersedekah atas nama mayit itu bermanfaat baginya dan pahalanya sampai kepadanya, yang demikian ini adalah Ijma' Ulama' (kesepakatan para Ulama'), dan Ulama' juga bersepakat sampainya do'a kepada mayit, dan pelunasan hutangnya, berdasar dengan nash-nash yang terwarid, dan shah pula Haji atas nama mayit apabila Haji itu haji islam (Haji Wajib) dan demikian juga shah Haji sunnah ketika si mayit berwasiat, demikian ini pendapat yang paling shah menurut kami.
Dan Ulama berbeda pendapat di dalam sampainya pahala puasa ketika si mayit mati dalam keadaan punya tanggungan puasa, maka pendapat yang Rajih hal itu jawaz karena adanya Hadits-hadits shohih.

Dan pendapat yang masyhur di dalam madzhab kami, bahwasanya membaca Alqur'an itu pahalanya tidak sampai kepada mayit, dan berkata sekelompok dari Ashabuna (Ulama-ulama Madzhab Syafi'i) bahwasanya Pahalanya sampai kepada mayit, dan Imam Ahmad bin Hanbal juga mengatakan itu (Pahalanya sampai kepada mayit).
Adapun pahala sholat dan pahala segala bentuk ketho'atan maka menurut kami pahalanya tidak sampai demikian juga pendapat Jumhur Ulama (mayoritas Ulama), dan berkata Imam Ahmad Kesemuanya Itu pahalanya sampai kepada mayit sebagaimana haji.

(Shohih Muslim Bisyarhi Annawawi, Bab Wushulu Tsawabisshodaqoh Anil Mayit Ilayhi, Jilid 4 hal 90 cet Dar Al Fikr),

walhasil, khilaf antara tidak atau sampainya pahala bacaan Alqur'an kepada mayit itu adalah permasalahan klasik yang sejak dulu memang ada, tapi dalam riwayat itu tidak ada mereka yang berbeda pendapat itu merasa paling benar dan menyesatkan yang lain.

Yang salah itu ketika merasa paling benar dan menuduh yang lain sesat. Kalau anda meyaqini pahala membaca alqur'an itu sampai kepada mayit, ya silakan baca, kalaupun itu tidak sampai, anda tetap dapat pahala, karena Membaca Al Qur'an itu sangat di sunnahkan.

Kalau anda tidak meyaqini sampainya pahala bacaan Al Qur'an kepada Mayit, ya tidak usah baca dan jangan menyesatkan yang meyaqini Sampainya bacaan Al Qur'an.


Tapi kesimpulanya, Bersedekah atas nama Mayit itu pahalanya SAMPAI KEPADA MAYIT! Itu merupakan Kesepakatan para Ulama.

Nabi S.A.W bersabda " Tiap takbir itu shodaqoh, dan Tiap tahmid itu shodaqoh, dan Tiap Tahlil itu shodaqoh (H.R muslim hadits no 1674)

ketika Takbir, Tahmid, dan Tahlil itu di anggapa shodaqoh, maka pembacaan itu pahalanya juga bisa sampai kepada mayit.
Walhasil, Tahlilan Tujuh hari kematian itu merupakan manivestasi / penerapan dari pendapat-pendapat tersebut, sebagaimana yang di fatwakan Al Imam Jalaluddin Assuyuthi :
Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab azzuhd yang kemudian dinuqil oleh Imam Jalaluddin Assuyuthi " Imam Ahmad berkata : Telah menceritakan kepadaku Hasyim bin Al Qasim dari Al 'Asyja'i dari sufyan berkata : Thawwus Alyamany ( tabi'in yang belajar kepada lebih 70 sahabat Nabi S.A.W ) berkata : " Sesungguhnya orang mati itu terkena fitnah di dalam kuburnya selama tujuh hari, dan mereka sangat suka jika pada hari-hari itu keluarganya melimpahkan pahala sedekah atas mereka. ( Alhawi Lilfatawa juz 2 hal 178).
Inilah dasar kenapa pengikut madzhab syafi'i melakukan shodaqoh 7 hari kematian yang di jawa disebut tahlilan / selamatan. Yang salah itu adalah yang tidak menghormati perbedaan pendapat dan menuduh yang lain sesat. Wallahu a'lam.
»»  read more

Meninggalkan Mencari Adalah Mencari

To members of Kenapa Takut Bid'ah?

Zainal Arifin September 1 at 5:12pm Reply
Terkadang saya berfikir bahwa amal perbuatan kita akan memasukkan saya ke surga dan melupakan bahwa saya tidak disiksa di neraka saja sudah untung, lantaran tidak akan pernah bisa saya mencapai derajat kelayakan akan surga semaksimal apapun saya beramal
wkwkwkwkwk....
^_^

Disaat sholat terkadang saya terorientasi akan hasil yang bisa saya dapat lantaran sholat saya ini, saya lupa bahwa diberi kesempatan melakukan sholat oleh Zat Yang Maha Penguasa adalah suatu kehormatan bagi saya

begitu pula disaat puasa, senantiasa saya dikuasai anga2 balasan yang terkadang berorientasi duniawi; saya lupa akan terhormatnya diri saya karena diberi kesempatan berpuasa oleh Zat Yang Maha Sempurna

tulisan ini mengingatkan saya kembali akan keutamaan suatu ibadah dibanding manfaatnya bagi si pelakunya

Wirid Lebih Utama Ketimbang Pahalanya
Oleh: Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary

Tidak ada yang meremehkan konsistensi wirid (ketaatan di setiap waktu) kecuali orang yang sangat bodoh, karena warid ( pahala wirid) itu akan di dapat di negeri akhirat, sedangkan taat atau wirid itu akan lenyap bersama lenyapnya dunia ini.

Sedangkan yang lebih utama untuk diprioritaskan adalah yang wujudnya tidak bisa diabaikan. Wirid adalah HakNya yang harus anda laksanakan. Sedangkan warid adalah sesuatu yang anda cari dariNya. Mana yang lebih utama antara sesuatu yang dituntut oleh Allah padamu, dibanding apa yang anda tuntut dari Allah?
Mayoritas ummat ini lebih banyak berburu pahala dan janjinya Allah swt. Dalam segala gerak gerik ibadahnya. Padahal yang lebih utama adalah ibadah dan kepatuhannya itu sendiri. Sebab kepatuhan dan ubudiyah yang dituntut oleh Allah swt, dan menjadi HakNya, itu lebih utama dibanding hak kita yang besok hanya akan bisa kita raih di akhirat.

Sebab kesempatan melaksanakan HakNya saat ini dibatasi oleh waktu dunia, dan akan habis ketika usia seseorang itu selesai. Karena itu semampang di dunia, ibadah, amal, wirid harus diperbanyak sebanyak-banyaknya. Soal pahala dan balasan di akhirat itu bukan urusan kita. Manusia tidak berhak mengurus dan menentukan pahalanya. Semua itu adalah haknya Allah swt. Yang telah dijanjikan kepada kita, karena merasa menginginkannya.
Ibnu Athaillah lalu menegaskan, mana lebih utama tuntutan anda apa tuntutan Allah?
Disinilah lalu berlaku pandangan:
1. Taat itu lebih utama dibanding pahalanya.
2. Doa itu lebih utama dibanding ijabahnya.
3. Istiqomah itu lebih utama dibanding karomahnya.
4. Berjuang itu lebih utama dibanding suksesnya.
5. Sholat dua rekaat itu lebih utama ketimbang syurga seisinya.
6. Bertobat itu lebih utama ketimbang ampunan.
7. Berikhtiar itu lebih utama ketimbang hasilnya.
8. Bersabar itu lebih utama ketimbang hilangnya cobaan.
9. Dzikrullah itu lebih utama dibanding ketentraman hati.
10. Wirid itu lebih utama ketimbang warid.
11. dan seterusnya.

Para sufi sering mengingatkan kita, “Carilah Istiqomah dan jangan anda menjadi pemburu karomah. Sebab nafsumu menginginkan karomah sedangkan Tuhanmu menuntutmu istiqomah. Jelas bahwa Hak Tuhanmu lebih baik dibanding hak nafsumu.”

Abu Syulaiman ad-Darany menegaskan, “Seandainya aku disuruh memilih antara sholat dua rekaat dan masuk syurga firdaus, sungguh aku memilih sholat dua rekaat. Karena dalam dua rekaat itu ada Hak Tuhanku, sedangkan dalam syurga firdaus hanya ada hak diriku.”

Sufinews.com
»»  read more

AYO MELESTARIKAN BID`AH HASANAH BULAN RAMADHAN !!

To members of Kenapa Takut Bid'ah?

Luqman Firmansyah September 4 at 11:38pm

Kaum muslimin Indonesia sebagai mayoritas penganut Sunni Syafi`i, sangat perlu melestarikan ajaran ulama salaf Ahlus sunnah, khususnya yang berasal dari ajaran para ulama bermadzhab Syafi`i.

Perlu diingat, bumi Indonesia adalah bumi Sunni Syafi`i, bumi yang diislamkan oleh para walisongo, yaitu tokoh sembilan ulama yang mengajarkan fiqih Islam menurut madzhab Syafi`i, untuk dilaksanakan sehari-hari oleh bangsa Indonesia.

Saat umat Islam dipimpin oleh para walisongo, tidak pernah terjadi pertentangan, percekcokan, perpecahan dan perselisihan paham sedikitpun. Mereka sangat utuh, menyatu padu dalam membangun kultur Islam bagi bangsa Indonesia. Saat itu umat Islam benar-benar dapat merajut sebuah persatuan yang saling menghormati sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, wa`tashimu bi hablillahi jamii`an walaa tafarraqu.

Sebagai contoh, pada setiap datang bulan Ramadhan, para walisongo mengajarkan shalat tarawih dua puluh rakaat secara berjamaah di masjid dan mushalla, yaitu dimulai sejak memasuki awwal bulan Ramadhan hingga akhir bulan puasa tersebut. Dengan ajaran para walisongo ini maka seluruh umat Islam di Indonesia saat itu pun mengamalkannya secara serentak dan seragam.
Dalam melaksanakan ibadah shalat tarawih di bulan Ramadhan, para walisongo mengikuti bid`ah hasanah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatthab dan dilanjutkan hingga di jaman Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA sebagai Khalifah ke empat. Yaitu shalat tarawih dua puluh rakaat, yang dilakukan secara berjamaah selama sebulan suntuk. Amalan semacam ini juga ternyata terus dilestarikan oleh para ulama berikutnya secara estafet, bahkan hingga kini, bid`ah hasanah rintisan Sayyidina Umar ini tetap dijaga di Madinah dan diamalkan di Masjid Nabawi dan di Masjidil haram Makkah.

Siapapun orangnya, dari manapun madzhabnya, termasuk pengikut Wahhabi sekalipun, seperti Syeikh Bin Baz dan teman-temannya, jika menjadi imam shalat tarawih di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, maka harus melestarikan bid`ah hasanah yang diprakarsai oleh Sayyidina Umar bin Khatthab ini, sekalipun Nabi SAW sendiri tidak pernah melakukan tarawih berjamaah sebulan suntuk di bulan Ramadhan. Bahkan Khalifah Abu Bakar juga tidak pernah shalat tarawih berjamaah menjadi satu di Masjid Nabawi selama sebulan suntuk.

Sesuai dengan riwayat-riwayat hadits shahih, Nabi SAW melaksanakan shalat tarawi berjamaah di Masjid hanya beberapa hari saja. Tidak ada satupun riwayat yang menerangkan Nabi SAW pernah berjamaah tarawih sebulan suntuk. Karena itu Sayyidina Umar bin Khatthab melegitimasi shalat berjamaah tarawih dua puluh rakaat sebulan suntuk yang beliau rintis dengan pengakuan jujurnya : Ni`matil bid`atu hadzihi (inilah bid`ah yang terbaik/hasanah).

Apakah Sayyidina Umar harus dihukumi dhalalah/sesat karena dianggap melawan ajaran Nabi SAW ? Tidak ada seorang Islam pun penganut Ahlus sunnah wal jamaah yang berpendapat semacam itu. Nabi SAW sudah berwasiat : Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap sunnahku dan sunnah Alkhulafaurrasyidun setelahku.

Para Ulama bersepakat bahwa Sayyidina Umar bin Khattab sebagai khalifah ke dua, adalah figur yang sangat `alim dalam memahami makna yang tersirat dalam hadits Nabi SAW : Kullu bid`atin dhalalah, yaitu haruslah diartikan: SEBAGIAN BID`AH ITU ADALAH SESAT. Dengan pengertian ini, maka tidak ada seorangpun dari kalangan ulama Ahlus sunnah wal jamaah yang berpendapat bahwa seluruh bid`ah itu sesat, kecuali kelompok minoritas kalangan Wahhabi/Salafi saja.

Kenyataannya, shalat tarawih secara berjamaah yang dilakukan di Masjid Nabawi dan masjid-masjid lainnya selama sebulan suntuk dari awwal sampai akhir bulan Ramadhan, menurut Sayyidina Umar sendiri termasuk bid`ah, tetapi yang nikmat/hasanah. Di samping itu, dikatakan bid`ah hasanah karena tidak ada larangan secara jelas baik di dalam Alquran maupun hadits Nabi SAW.

Masih banyak lagi macam-macam bid`ah hasanah yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW, namun tetap dilestarikan di Makkah dan Madinah serta di masjid-masjid lainnya, termasuk oleh tokoh-tokoh Wahhabi/Salafi sendiri. Antara lain, mengkhatamkan Alquran dalam shalat tarawih, dan membagi menjadi sekian juz pada tiap harinya, hingga pada akhir Ramadhan dapat mengadakan khataman Alquran.

Termasuk juga membaca doa khatmil Quran dalam shalat di akhir Ramadhan. Bahkan sebagian imam Masjid Nabawi dan Masjidil Haram juga ada yang menangis-nangis tatkala membaca doa di saat shalat witir pada Akhir Ramadhan. Sekalipun perilaku ini termasuk bid`ah karena tidak pernah diamalkan oleh Nabi SAW dan Alkhulafaurrasyidun, namun dapatlah dikategorikan sebagi bid`ah hasanah.

Di Indonasia juga banyak amalan bid`ah hasanah, yang perlu dilestarikan oleh umat Islam yang mayoritas menjadi penganut Sunni Syafi`i, sekaligus penerus ajaran para walisongo. Amalan-amalan itu antara lain, membaca doa pujian seperti yang dilakukan para jamaah dalam menyela-nyelai shalat tarawih dengan menyebut nama Nabi SAW dan Alkhulafaurrasyidun setiap usai shalat dua rakaat.

Demikian juga dengan doa tarawih, doa witir, serta bersama-sama membaca niat puasa dengan suara jelas dan sedikit keras. Semua itu haruslah diyakini sebagai bid`ah hasanah, tanpa harus takut dituduh sesat (bid`ah dhalalah) oleh kelompok manapun, termasuk oleh tokoh-tokoh Wahhabi/Salafi. Karena mereka juga hakikatnya sama-sama melakukan bid`ah hasanah, minimal saat melaksanakan shalat tarawih berjamaah sebulan suntuk di masjid/mushalla.

Wallahua'lam
»»  read more

PERTANYAAN-PERTANYAAN SEPUTAR RAMDAHAN

To members of Kenapa Takut Bid'ah?

Salapi Tobat September 6 at 3:31pm Reply

T : Mana yg lebih utama (bagi imam atau makmum) solat witirnya digabung dgn trawih atau dgn tahajjutnya?

J : Wa Tundabu Aljama'ah fil witri aqibattarawih jamaatan, illa in watsiqo bistiqodzihi akhirallayli, fatta'khir afdholu, likhobari muslim man khofa alla yaquma min akhiril layl fal yutir awwalahu, wa man thoma'a an yaquma akhirohu fal yutir akhirallayl fa inna shalata akhirillayl masyhudatun.

Dan dianjurkan witir berjama'ah selepas shalat tarawih, kecuali
seseorang itu percaya bahwa dia bisa bangun di akhir malam, maka mengakhirkan witir itu lebih utama. Karena berdasar pada hadits riwayat imam muslim : Barang siapa yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, maka seyogyanya dia witir di awal malam, dan siapa yang sangat berharap bisa bangun akhir malam, maka seyogyanya dia witir di akhir malam. Karena sesungguhnya shalat di akhir malam itu di saksikan (para malaikat).

Alfiqhu Al Islami Wa Adillatuhu Juz 2 hal 1076 cet Dar Al Fikr.

T : Bolehkan org yg telah menutup trawihnya dgn witir lalu stlah tengah malam solat tahajjud saja atau ditutup dgn witir lagi atau trawihnya tanpa witir cuma berwitir stlh tahajjud? Mhn penjelasan.

J : Wa man autaro awwalallayli tsumma tanaffala fala yui'du alwitra indahum wahuwa ra'yul jumhur, idz laa witroni fy laylatin.
Alfiqhu Al Islami Wa Adillatuhu juz 2 hal 1014 cet Dar Al Fikr.

Dan barang siapa telah melakukan witir di awal malam, kemudian dia shalat sunnah, maka tidak perlu mengulangi witir lagi, ini adalah pendapat jumhur ulama, karena tidak ada 2 witir dalam 1 malam.


Fa in Autaro tsumma tahajjada lam yuadda alwitru ay laa yusannu i'adatuhu. Likhobarin Laa witroni fy laylatin.

Apabila seseorang telah melakukan witir, kemudian malamnya dia bertahajud maka tidak boleh melakukan witir lagi, maksudnya tidak disunnahkan melakukan witir lagi. Karena berdasar dengan hadits " tidak ada 2 witir dalam satu malam ".

Alfiqhu Al Islami Wa Adillatuhu Juz 2 hal 1015 cet Dar Al Fikr.

Wa man autaro minnallayl tsumma qoma littahajud, fal mustahab indal hanabilah an yusholliya matsna matsna, wa laa yanqudhu witruhu, wa ma'nahu annahu idza qoma littahajud sholla rak'atan tusyfi'ul witro al awwal, tsumma yusholli matsna matsna, tsumma yutiru fi akhirittahajud, li qoulinnabi " Ij'aluu akhiro sholatikum billayki witron " wa hadza mukholifun liro'yil jumhur assabiq.
Wa dzakaro al Hanabilah annahu in sholla shakhsun ma'al imam, wa ahabba mutaba'atahu fil witri, wa ahabba an yuutiro akhirol layl, fa innahu idza salama al imam, lam yuslim ma'ahu, wa qoma fasholla rok'atan ukhro, yusyfi'u biha sholatahu ma'al imam.

Dan barangsiapa telah berwitir, kemudian akan bertahajud, maka dianjurkan menurut madzhab hambali yaitu melakukan shalat dua rakaat dua rakaat, sehingga tidak membatalkan witirnya. Ma'nanya, bahwasanya ketika orang tadi akan mendirikan tahajud, dia shalat satu rakaat terlebih dahulu sebagai penggenap witir nya yang awal. Kemudian dia melakukan witir lagi di akhir tahajudnya. Berdasar pada hadits Nabi " jadikanlah witir sebagai akhir dari shalat malammu "., tapi pendapat ini menyelisihi pendapatnya mayoritas ulama.

Madzhab Hambali menuturkan : Apabila seseorang shalat dengan imam, dan dia mengiginkan mengikuti imam di dalam witir dan juga menginginkan witir di akhir malam, maka solusinya ketika imam salam, orang tsb janganlah ikut salam, tetapi dia berdiri dan shalat satu rakaat lagi sebagai penggenap daripada shalat witir yang dia lakukan bersama imam.
Sehingga malamnya dia tetap mendapat kesunahan witir.

Alfiqhu Al Islami Wa Adillatuhu Juz 2 hal 1016 cet Dar Al Fikr.
»»  read more

Melafadzkan niat puasa, bid'ah gak ya?

To members of Kenapa Takut Bid'ah?
Salapi Tobat September 8 at 2:58pm Reply
Hukum melafadzkan niat puasa
A. Hukum Dalam Puasa
Niat setiap malam pada puasa wajib seperti Ramadhan atau puasa wajib lainnya.
Jika puasa sunnah maka afdhalnya niatnya pada malamnya, tetapi boleh niatnya sebelum tergelincir Matahari dan belum makan dan minum.
Lafaz niat Puasa Ramadhan yang aqmal adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ أَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَّهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى.
Artinya: Sahajaku puasa esok hari daripada menunaikan fardhu bulan Ramadhan pada ini tahun Lillahi Ta'ala.
- niat ini dibaca di dalam hati.
- Sedangkan jika dilafadzkan dengan lisan dengan diiringi dengan hatinya (Hatinya membenarkan apa yang diucapkan lisannya) ini dibolehkan khususnya bagi mereka yang was-was.
B. Tujuan melafadzkan niat
Tujuan dari talafudz binniyah menurut kitab-kitab fiqh ahlusunnah adalah :
1. Liyusaa'idallisaanul qalbu (" Agar lidah menolong hati")
2. Agar menjauhkan dari was-was
3. Keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya
4. Untuk taklim (mengajari orang yang belum tahu cara niat puasa) dan tanbih (mengingatkan kembali akan niat bagi orang mukmin).
C. Ayat - ayat Al-qur'an Dasar Talaffudz binniyah (melafadzkan niat puasa)
- Tidaklah seseorang itu mengucapkan suatu perkataan melainkan disisinya ada malaikat pencatat amal kebaikan dan amal kejelekan (Al-qaf : 18).
Dengan demikian melafadzkan niat dgn lisan akan dicatat oleh malaikat sebagai amal kebaikan.
- Kepada Allah jualah naiknya kalimat yang baik (Al-fathir : 10).
Malsudnya segala perkataan hamba Allah yang baik akan diterima oleh Allah (Allah akan menerima dan meridhoi amalan tersebut) termasuk ucapan lafadz niat melakukan amal shalih (niat shalat, haji, wudhu, puasa dsb).
D. Hadits-Hadist dasar Dasar Talaffudz binniyah (melafadzkan niat puasa)
1. Diriwayatkan dari aisyah ummul mukminin Rha. Beliau berkata :
"Pada suatu hari Rasulullah Saw. Berkata kepadaku : "Wahai aisyah, apakah ada sesuatu yang dimakan? Aisyah Rha. Menjawab : "Wahai Rasulullah, tidak ada pada kami sesuatu pun". Mendengar itu rasulullah Saw. Bersabda : "Kalau begitu hari ini aku puasa". (HR. Muslim).
Hadits ini mununjukan bahwa Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau talafudz bin niyyah di ketika Beliau hendak berpuasa sunnat.
2. Diriwayatkan dari Abu bakar Al-Muzani dari Anas Ra. Beliau berkata :
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ
يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً
"Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : "Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah".
". (Hadith riwayat Muslim -Syarah Muslim Juz VIII, hal 216)).
Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah Saw. Mengucapkan niat atau talafudz binniyah diwaktu beliau melakukan haji dan umrah.
Imam Ibnu Hajar mengatakan dalam Tuhfah, bahawa Usolli ini diqiyaskan kepada haji. Qiyas adalah salah satu sumber hukum agama.
3. Hadits Riwayat Bukhari dari Umar ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda ketika tengah berada di wadi aqiq :"Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah "sengaja aku umrah didalam haji". (Hadith Sahih riwayat Imam-Bukhari, Sahih BUkhari I hal. 189 - Fathul Bari Juz IV hal 135)
Semua ini jelas menunjukan lafadz niat. Dan Hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bias tetap dengan qiyas.
4. Diriwayatkan dari Jabir, beliau berkata :
"Aku pernah shalat idul adha bersama Rasulullah Saw., maka ketika beliau hendak pulang dibawakanlah beliau seekor kambing lalu beliau menyembelihnya sambil berkata : "Dengan nama Allah, Allah maha besar, Ya Allah, inilah kurban dariku dan dari orang-orang yang tidak sempat berkurban diantara ummatku" (HR Ahmad, Abu dawud dan turmudzi)
Hadits ini menunjukan bahwa Rasulullah mengucapkan niat dengan lisan atau talafudz binniyah diketika beliau menyembelih qurban.
E. Pendapat Imam-Imam ahlu sunnah (sunni) mengenai melafadzkan niat
1. Didalam kitab Az-zarqani yang merupakan syarah dari Al-mawahib Al-laduniyyah karangan Imam Qatshalani jilid X/302 disebutkan sebagai berikut :
"Terlebih lagi yang telah tetap dalam fatwa para shahabat (Ulama syafiiyyah) bahwa sunnat melafadzkan niat itu. Sebagian Ulama mengqiyaskan hal tersebut kepada hadits yang tersebut dalam shahihain yakni Bukhari - Muslim.
Pertama : Diriwayatkan Muslim dari Anas Ra. Beliau berkata :
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّّمَ
يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً
"Aku pernah mendengar rasulullah Saw. Melakukan talbiyah haji dan umrah bersama-sama sambil mengucapkan : "Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah untuk melaksanakan haji dan umrah".
Kedua, Hadits Riwayat Bukhari dari Umar ra. Bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda ketika tengah berada di wadi aqiq :"Shalatlah engkau di lembah yang penuh berkah ini dan ucapkanlah "sengaja aku umrah didalam haji".
Semua ini jelas menunjukan lafadz niat. Dan Hukum sebagaimana dia tetap dengan nash juga bias tetap dengan qiyas."
G. Kesimpulan
Lihatlah bagaimana bahwa melafadzkan niat adalah dibolehkan. Apalagi bagi orang yang berpenyakit was-was. Serja Untuk taklim (mengajari orang yang belum tahu cara niat puasa) dan tanbih (mengingatkan kembali akan niat bagi orang mukmin), kadang sering terlupa niat puasa jika tidak diingatkan.
Hati-hati dengan ucapan fitnah pemecah barisan sunni yakni golongan anti madzab wahhaby yang menebarkan isu khilafiah dan mereka mengambil fatwa bertentangan dengan pegangan majority ummat sunni
»»  read more

BUKTI TAWASUL NABI NUH KEPADA RASULULLAH DAN AHLIL BAYT, DAPAT DI LIHAT SAMPE SEKARANG

To members of Kenapa Takut Bid'ah?

Alkamal Muhammad September 12 at 1:41pm Reply

Pada bulan Juli 1951 sebuah tim yang terdiri dari ahli-ahli Rusia melakukan penelitian terhadap Lembah Kaat. Sepertinya mereka tertarik untuk menemukan sebuah tambang baru di daerah tersebut. Dalam penelitiannya mereka menemukan beberapa potong kayu di daerah tersebut berserakan.
Mereka kemudian mulai menggali tempat tersebut dengan tujuan untuk menemukan sesuatu yang berharga. Tetapi alangkah terkejutnya mereka ketika menemukan kumpulan potongan-potongan kayu tertimbun di situ. Salah seorang ahli yang ikut serta memperkirakan, setelah meneliti beberapa lapisanya, bahwa kayu-kayu tersebut bukanlah kayu yang biasa, dan menyimpan rahasia yang sangat besar di dalamnya.
Mereka mengekskavasi tempat tersebut dengan penuh keingintahuan. Mereka menemukan cukup banyak potongan-potongan kayu di daerah penggalian tersebut, dan di samping itu mereka juga menemukan hal-hal lain yang sangat menarik. Mereka juga menemukan sepotong kayu panjang yang berbentuk persegi. Mereka sangatlah terkejut setelah mendapati bahwa potongan kayu yang berukuran 14 X 10 inchi tersebut ternyata kondisinya jauh lebih baik dibandingkan potongan-potongan kayu yang lain. Setelah waktu penelitian yang memakan waktu yang cukup lama, hingga akhir tahun 1952, mereka mengambil kesimpulan bahwa potongan kayu tersebut merupakan potongan dari bahtera Nabi Nuh a.s. yang terdampar di puncak Gunung Calff (Judy). Dan potongan (pelat) kayu tersebut, di mana terdapat beberapa ukiran dari huruf kuno, merupakan bagian dari bahtera tersebut.
Setelah terbukti bahwa potongan kayu tersebut merupakan potongan kayu dari bahtera Nabi Nuh a.s., timbullah pertanyaan tentang kalimat apakah yang tertera di potongan kayu tersebut. Sebuah dewan yang terdiri dari kalangan pakar dibentuk oleh Pemerintah Rusia di bawah Departemen Riset mereka untuk mencaritahu makna dari tulisan tersebut. Dewan tersebut memulai kerjanya pada tanggal 27 Februari 1953.
Berikut adalah nama-nama dari anggota dewan tersebut:
1. Prof. Solomon, Universitas Moskow
2. Prof. Ifa Han Kheeno, Lu Lu Han College, China
3. Mr. Mishaou Lu Farug, Pakar fosil
4. Mr. Taumol Goru, Pengajar Cafezud College
5. Prof. De Pakan, Institut Lenin
6. Mr. M. Ahmad Colad, Asosiasi Riset Zitcomen
7. Mayor Cottor, Stalin College
Kemudian ketujuh orang pakar ini setelah menghabiskan waktu selama delapan bulan akhirnya dapat mengambil kesimpulan bahwa bahan kayu tersebut sama dengan bahan kayu yang digunakan untuk membangun bahtera Nabi Nuh a.s., dan bahwa Nabi Nuh a.s. telah meletakkan pelat kayu tersebut di kapalnya demi keselamatan dari bahtera tersebut dan untuk mendapatkan ridho Illahi.
Terletak di tengah-tengah dari pelat tersebut adalah sebuah gambar yang berbentuk telapak tangan dimana juga terukir beberapa kata dari bahasa Saamaani.
Mr. N.F. Max, Pakar Bahasa Kuno, dari Mancester, Inggris telah menerjemahkan kalimat yang tertera di pelat tersebut menjadi:
"Ya Allah, penolongku! Jagalah tanganku dengan kebaikan dan bimbingan dari dzatMu Yang Suci, yaitu Muhammad, Ali, Fatima, Shabbar dan Shabbir. Karena mereka adalah yang teragung dan termulia. Dunia ini diciptakan untuk mereka maka tolonglah aku demi nama mereka."
Semuanya sangatlah terkejut setelah mengetahui arti tulisan tersebut. Terutama yang membikin mereka sangatlah bingung adalah kenapa pelat kayu tersebut setelah lewat beberapa abad tetap dalam keadaan utuh dan tidak rusak sedikitpun.
Pelat kayu tersebut saat ini masih disimpan dengan rapih di Pusat Penelitian Fosil Moskow di Rusia.
Jika anda sekalian mempunyai waktu untuk mengunjungi Moskow, maka mampirlah di tempat tersebut, karena pelat kayu tersebut akan menguatkan keyakinan anda terhadap kedudukan Ahlul Bayt a.s.
Terjemahan kalimat tersebut telah dipublikasikan antara lain di:
1. Weekly - Mirror, Inggris 28Desember 1953
2. Star of Britain, London, Manchester 23 Januari 1954
3. Manchester Sunlight, 23Januari 1954
4. London Weekly Mirror, 1Februari 1954
5. Bathraf Najaf, Iraq 2 Februari 1954
6. Al-Huda, Kairo 31 Maret 1954
7. Ellia - Light, Knowledge & Truth, Lahore 10 Juli 1969
»»  read more

Tauhid ajaran dasar Manusia

(Created by afa Zubair)
repost Thomas Widjanarko September 14 at 4:37am Reply

Dlm diri manusia, mnrut muhammad ismail, trdapat thâqah al-hayah yg memotivasi mnusia melakukan prbuatan2, yg mnuntut adanya pemenuhan. Potensi ini mnuntut dua manifestasi. Pertama, menuntut pemenuhan secara pasti. Artinya, bila itu tidak dipenuhi, manusia akan mati. Ini adlah al-hâjah al-'udlwiyah. Kedua, menuntut pemenuhan. Artinya, jika itu tdk dipenuhi, manusia tdk akan mati. Namun, ia akan merasa resah sampai kebutuhan itu terpenuhi. Ini adlah al-gharîzah yg aktivitas nya muncul scara alami memotivasi tuntutan pemenuhan.
Dari sisi asal motivator pemenuhan, al-ghârizah berbeda dgn kebutuhan jasmani krn kebutuhan jasmani motivatornya brsifat internal, sedang al-ghârizah adlh brpikir tentang ssuatu ato objek yg membangkitkan perasa'an untuk memenuhinya. Cntoh, naluri melestarikan jenis yg membangkitkan adlh brpikir tentang wanita cntik nan molek ato ssuatu yg brkolerasi dgn seks. Bila tdk ada yg mmbangkitkan prasa'an, tdk ada pula yg membangkitkan naluri ini. Contoh lain adlh naluri beragama. Yg membangkitkannya adlh brpikir akan tanda2 kekuasa'an tuhan, hari akhir, keindahan cipta'an tuhan, ato ssuatu yg brkorelasi dgn itu. Dari sini, kita dapati bhwa pengaruh naluri akan muncul bila ada ssuatu yg membangkitkannya. Sebaliknya, jika tdk ada ssuatu yg mmbangkitkannya, naluri tersbut tdk akan muncul atau dlm keadaan ketika sseorang memalingkan ssuatu yg membangkitkan nalurinya dgn interprestasi yg keliru shingga hilang pda pemahaman org trsebut karakteristik asli.
Rudolf otto, ahli sjarah agama berkebangsa'an jermam, dlm buku nya The Idea of The Holy yg trbit pda thun 1917 sperti dikutip Karen Armstrong mengatakan, kebutuhan mnusia trhadap agama berawal dari ketakjuban mereka trhadap fenomena keteraturan dan keunikan alam smesta. Dgn pikiran dan perasa'an yg dimilikinya,manusia berusaha memahami dan memecahkan fenomena trsbut yg akhirnya memunculkan rasa tentang yg gaib, yaitu ada kekuatan besar yg mengatur alam semesta dan kehidupan mereka yg hakikat nya tak mampu dijangkau oleh akal pikiran mereka. Perasa'an tentang yg gaib itu, lanjut Otto, adalah titik berangkat manusia ketika menjelaskan asal-usul dunia ato bgaimana menjalankan kehidupan yg baik di dunia.
Pada inti nya,Isma'il dan Otto ingin memberi kepahaman kpda kita bhwa seorang insan scara fitrah memiliki naluri brketuhanan atau naluri beragama. Dgn demikian, manusia secara fitrah membutuhkan agama. Kebutuhan manusia trhadap agama berasal dari dlm diri manusia itu sndiri atau naluri alamiahmanusia karena adanya respon dari luar. Fitrah alamiah manusia senantiasa menuntut untuk brtanya tntang hakikat alam dan manusia. Misalnya, adakah kekuatan yg mengatur dan mengendalikan alam semesta ini? Adakah kehidupan stelah kematian? Dan prtnya'an2 filosofis lain nya.
Alinea di atas membawa kita pada kesimpulan, tdk mungkin manusia tdk bertuhan meskipun wjud tuhan dlm pandangannya adlh benda2 alam ato lainnya. Jika kaum ateis beranggapan manusia tdk membutuhkan tuhan karena sains dpt memecahkan sgala persoalan manusia, maka tuhan dlm pengertian mereka adlah akalnya itu sendiri. Akal tlah dituhankan oleh mereka yg menurut mereka akal mampu memecahkan dan mengatur seluruh kehidupannya. Faham atheisme akan membawa kehidupan manusia menuju kehancuran karena menganggap materi adlh segala2nya. Keyakinan serba benda< materialisme> pada giliran nya akan menghantarkan manusia menuju kehancuran dalam hidupnya karena tdk meyakini adanya hari akhir, hari pertanggungjawaban manusia. Kaum materialis yg tdk mengakui adanya Tuhan menganggap kehidupan hnya ada di dunia. Stelah manusia mati, maka selesailah segalanya. Karena hidup hnya sekali, maka jangan sampai disia-siakan, hrus diisi dgn bersenang2.
»»  read more

Karakter Tawassuth, Tawazun, I'tidal, dan Tasamuh dalam Aswaja

To members of Kenapa Takut Bid'ah?
Thomas Widjanarko September 23 at 8:46pm Reply
Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:

Pertama, at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً

Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).

Kedua at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT:

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)

Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah: 8)

Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT:

فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, "Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III hal 206).

Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)

1. Akidah.
a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir.

2. Syari'ah
a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i).
c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).

3. Tashawwuf/ Akhlak
a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).

4. Pergaulan antar golongan
a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.

5. Kehidupan bernegara
a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.

6. Kebudayaan
a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama.
b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al- muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).

7. Dakwah
a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.


KH Muhyidin Abdusshomad
»»  read more

Kesalahfahaman Kelompok Penentang Tawassul Dalam Memahami Ayat & Hadits

To members of Kenapa Takut Bid'ah?

Luqman Firmansyah October 12 at 6:59pm
Bismillahirrahmanirrahim.

Sebagian orang mengatakan bahwa tawassul hukumnya haram dan menyebabkan kesyirikan, karena perbuatan ini sama dengan perbuatan orang musyrik, berdasarkan firman Allah Swt
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

Artinya “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya “.Az Zumar : 3

Sebenarnya ayat di atas tidaklah tepat jika ditujukan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah karena ayat itu diturunkan untuk menjelaskan kelicikan orang-orang musyrik di dalam membela diri mereka terhadap sesembahan mereka yaitu berhala-berhala yang sebenarnya mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu berkuasa memberi manfat dan mendatangkan bahaya. Sedangkan orang yang beriman meyakini bahwa semua manfaat dan bahaya semata dari Allah.

Selain itu kalimat ما نعبدهم الا ليقربونا artinya kami tidak menyembah berhala-berhala itu kecuali untuk mendekatkan diri kami kepada Allah. Apakah sama yang diyakini orang yang bertawasul ?, Tidak, mereka menyembah kepada Allah dan tidak menyembah kepada selain Allah dan mereka tidak menjadikan apa yang mereka tawassuli untuk mendekatkan diri kepada Allah, mereka meminta kepada Allah berkat orang-orang yang soleh yang telah diridhoi oleh Allah.

Salah besar jika melarang tawassul dengan ayat di atas. Yang lebih mengggelikan, ayat yang ditujukan kepada musyrikin ini, mereka gunakan untuk menyerang orang-orang beriman yang meng-esakan Allah. Imam Bukhori berkata “Ini adalah perbuatan orang khawarij. Mereka mengambil ayat untuk orang kafir kemudian menimpakan ayat tersebut kepada muslimin dengan tanpa dalil dan disertai fanatik yang keterlaluan “. {lihat kitab Mas’alatul al-Washilah karya Muhammad Zaky Ibrohim hal. 8}.

:Mereka juga salah di dalam memahami hadits
اذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta tolong maka minta tolonglah kepada Allah” {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}

Dinyatakan hadits di atas dalil untuk mengharamkan bertawasul.

Sebenarnya hadits ini mengingatkan bahwa semua datangnya dari Allah Swt. Jelasnya, bila kamu meminta kepada salah satu mahluk, maka tetaplah berkeyakinan semuanya dari Allah Swt bukan larangan untuk meminta kepada selain Allah sebagaimana zhohir hadits. Sesuai dengan hadits berikut,
وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ

“Ketahuilah seandainya semua umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah Swt kepadamu. Apabila mereka berkumpul untuk membahayakan kamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan atasmu”. {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}

Bandingkan ! hadits Nabi yang berbunyi :
لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ

“Janganlah bergaul dengan kecuali orang mu’min dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertqwa” {HR. Abi Daud juz 12 hal. 458}

Apakah hadits ini sebagai larangan bagi kita untuk bergaul dengan orang kafir dan memberi makan orang yang tidak betaqwa itu haram ?. Tidak ! hadits di atas peringatan “janganlah disamakan bergaul dengan orang yang kafir dengan bergaul dengan orang yang beriman, dan lebih perhatikanlah membantu orang yang bertaqwa dari pada selainnya”. Hadits tersebut hanyalah anjuran, bukan kewajiban.

Sebenarnya banyak sekali dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawasul bahkan menjadi suatu anjuran, tapi yang di atas kiranya menjadi cukup sebagai pemikiran tentang kekurang fahaman mereka terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits serta kefanatikan mereka terhadap pendapat diri sendiri tanpa menghargai pendapat orang lain yang lebih tinggi ilmu dan kesolehannya. Wallahu A’lam

اللهم اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، آمـين. والله اعلم
»»  read more

DOWNLOAD DO'A DAN DZIKIR (TEKS)

01. RATIB AL-HADDAD ==> Download !!
»»  read more

DOWNLOAD E-BOOK ASWAJA

01. BERTAWASSUL DENGAN ORANG YANG SUDAH MATI Download File

02. ISTIGHOTSAH (Download File)

03. MEMBONGKAR SALAFY WAHABI (Download File)

04. INILAH IBNU TAYMIYAH (Download File)

05. KITAB KASYFU ASY SYUBUHAT DOKTRIN TAKFIR WAHHABI TERGANAS (Download File)
»»  read more

DOWNLOAD DO'A DAN DZIKIR (AUDIO)

01. Ratib Al-Haddad (Habib Abdullah Bin Alwi Al-Haddad)
Format file : MP3
Kapasitas : 13 Megabyte
Download file sekarang !!

02. Ratib Al-Athas
Format file : MP3
Kapasitas : - MB
Download file sekarang !!
»»  read more

DOWNLOAD CERAMAH (AUDIO)


Judul : Ahlussunnah Wal Jamaah
Penceramah : Habib Taufiq bin Abdul Qadir Assegaf, Pasuruan
Sumber : Forum Santri Sunniyah Salafiyah Pasuruan
Download file (mp3 format) : KLIK DISINI !!
»»  read more

QASHIDAH MP3 MAJELIS RASULULLAH SAW

01. Yaa Robbama (Download File)

02. Yaa Dzakiriin (Download File)

03. Yaa Sayyidi (Download File)

04. Tholama Asyku Ghoromi (Download File)

05. Allahu Rabbi (Download File)

06. Waktis Sahar (Download File)

07. Rodina Ya Rodina (Download File)

http://www.mediafire.com/?0dmj1wtjfeg
»»  read more

Praktik Bid’ah Hasanah para Sahabat Setelah Rasulullah Wafat

By: Thomas Widjanarko October 1 at 8:12am Reply


Para sahabat sering melakukan perbuatan yang bisa digolongkan ke dalam bid’ah hasanah atau perbuatan baru yang terpuji yang sesuai dengan cakupan sabda Rasulullah SAW:


مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا
Siapa yang memberikan contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)

Karena itu, apa yang dilakukan para sahabat memiliki landasan hukum dalam syariat. Di antara bid’ah terpuji itu adalah:

a. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”.

Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan Sayyidina Umar ibn Khattab “Sebaik-baik bid’ah adalah ini” mengatakan:

“Pada mulanya, bid’ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar’i, bid’ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid’ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid’ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid’ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid’ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam”.

b. Pembukuan Al-Qur’an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.

Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan bahwa segala perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah haram merupakan pendapat yang keliru. Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada yang jelek secara syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang diharamkan atau dibenci (makruh).

Ada juga yang baik menurut agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunat. Jika bukan demikian, niscaya apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar sebagai¬mana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan haram. Dengan demikian, kita bisa mengetahui letak kesalahan pendapat tersebut.

c. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih- nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra’, yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.

Jika demikian, apakah bisa dibenarkan kita mengatakan bahwa Sayyidina Utsman ibn Affan yang melakukan hal tersebut atas persetujuan seluruh sahabat sebagai orang yang berbuat bid’ah dan sesat? Apakah para sahabat yang menyetu juinya juga dianggap pelaku bid’ah dan sesat?

Di antara contoh bid’ah terpuji adalah mendirikan shalat tahajud berjamaah pada setiap malam selama bulan Ramadhan di Mekkah dan Madinah, mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat tarawih dan lain-lain. Semua perbuatan itu bisa dianalogikan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan syarat semua perbuatan itu tidak diboncengi perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau pun dilarang oleh agama. Sebaliknya, perbuatan itu harus mengandung perkara-perkara baik seperti mengingat Allah dan hal-hal mubah.

Jika kita menerima pendapat orang-orang yang menganggap semua bid’ah adalah sesat, seharusnya kita juga konsekuen dengan tidak menerima pembukuan Al-Qur’an dalam satu mushaf, tidak melaksanakan shalat tarawih berjamaah dan mengharamkan adzan dua kali pada hari Jumat serta menganggap semua sahabat tersebut sebagai orang- orang yang berbuat bid’ah dan sesat.

Dr. Oemar Abdallah Kemel
Ulama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah
»»  read more

Tentang Kami

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Web Blog ini adalah website resmi dari Facebook Group "KENAPA TAKUT BID'AH?" yang mana group tersebut bisa dilihat dengan cara KLIK INI !! . Group "Kenapa Takut Bid'ah?" ( biasa disingkat KTB) adalah sebuah group yang awal mulanya didirikan karena rasa prihatin dengan pemahaman masyarakat yang menyimpang mengenai kata BID'AH. Tak jarang, kata BID'AH sering memunculkan kontroversi hingga perpecahan yang dapat memecah belah sesama umat muslim. Hal ini tak lain dan tak bukan adalah karena adanya sekelompok orang yang sering menamakan diri sebagai orang Salaf yang mana mereka masih mudah mengKAFIRkan dan men-SESATkan sesama muslim sendiri.

Group KTB ini berdiri pada tanggal 1 Oktober 2009 yang pada awal mula berdirinya dinamakan oleh creatornya (Thomas Widjanarko) dengan nama "Pro Bid'ah", namun berkat usulan admin lain yang mengusulkan agar nama groupnya diganti agar punya nilai jual tinggi maka akhirnya diusulkan oleh admin tersebut dengan nama group : "KENAPA TAKUT BID'AH?"

Alhamdulillah Hingga kini telah bergabung member sebanyak 4000-an lebih. Kami berharap dapat bertambah lagi jumlah membernya. Amiin.

Berikut ini adalah para Administrator Group KTB:

- Thomas Widjanarko add as friend

- Zainal Arifin add as friend

- M. Luqman Firmansyah add as friend

- "Salapi Tobat" add as friend

- Hafa Zubair add as friend

- Alkamal Muhammad add as friend

- Nur Salaf add as friend

officers : Ana Salafi add as friend

Terima Kasih,
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dengan segala cita cita,baik cita-cita yang berorientasi dunia maupun akhirat

Wallahu a'lam
والسّلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Wassalam.


(Administrator Group)
»»  read more